1. Latar
Belakang
Mungkin sebagian Anda bertanya mengapa tidak dipakai
Pujangga Angkatan ’42 untuk menyebut angkatan sastra ini. Alasannya karena
golongan ini diberi nama kemudian, yaitu setelah proklamasi kemerdekaan. Usul
Rosihan Anwar untuk nama angkatan periode ini adalah Pujangga Angkatan ’45 yang
segera mendapat dukungan publik opini, meskipun beberapa kritikus mengkritknya
dengan keras. Nama sebelumnya disebut Pujangga Gelanggang, karena mereka
menulis dalam rubrik majalah Siasat yang diberi nama rubrik Gelanggang.
Latar belakangnya kita ikhtisarkan sebagai berikut.
- Pujangga Angkatan ’45 lahir dan tumbuh di saat
revolusi kemerdekaan. Jiwa nasionalisme telah mendarah daging, karena itu
suaranya lantang dan keras.
- Di zaman Jepang muncul sajak berjudul 1943
dari Chairil Anwar, prosa Radio Masyarakat dari Idrus, dan drama Citra
dari Usmar Ismail.
- Pada tanggal 29 November 1946 di Jakarta
didirikan Gelanggang oleh Chairil Anwar, Asrul Sani,Baharudin, dan
Henk Ngantung. Anggaran Dasarnya berbunyi:
Generasi Gelanggang terlahir dari pergolakan roh dan
pikiran kita, yang sedang menciptakan manusia Indonesia yang hidup. Generasi
yang harus mempertanggungjawabkan dengan sesungguhnya penjadian dari bangsa
kita. Kita hendak melepaskan diri dari susunan lama yang telah mengakibatkan masyarakat
lapuk dan kita berani menantang pandangan, sifat, dan anasir lama untuk
menyalakan bara kekuatan baru.
- Orientasi Pujangga Angkatan ’45 masih ke Barat,
namun dalam penyerapan kebudayaan Baratnya ini mengalami pemasakan dalam
jiwa, sehingga lahir bentuk baru. Karena itu, plagiat Chairil Anwar atas
karya Archibald Mac Leish yang berjudul The Young Dead Soldiers tidak
kelihatan, yang menjelma menjadi sajak Krawang—Bekasi. Namun pula
di samping itu Chairil Anwar juga banyak berjasa dalam memodernisasi
kesusastraan Indonesia, dalam penjiwaannya yang menjulang tajam.
- Setelah Chairil Anwar meninggal (Jakarta, 28
April 1949, dikuburkan di Karet), Surat Kepercayaan Gelanggang baru
diumumkan dalam warta sepekan SIASAT tanggal 23 Oktober 1950. dokumen
inilah yang dijadikan tempat berpaling untuk dasar segala konsepsi nilai
hidup dan seni dari Angkatan ’45.
2. Karakteristik Karya Sastra Angkatan ‘45
a. Revolusioner dalam bentuk dan isi. Membuang tradisi
lama dan menciptakan bentuk baru sesuai dengan getaran sukmanya yang merdeka.
b. Mengutamakan isi dalam pencapaian tujuan yang
nyata. Karena itu bahasanya pendek, terpilih, padat berbobot. Dalam proses
mencari dan menemukan hakikat hidup. Seni adalah sebagai sarana untuk menopang
manusia dan dunia yang sedalam-dalamnya.
c. Ekspresionis, mengutamakan ekspresi yang jernih.
d. Individualis, lebih mengutamakan cara-cara pribadi.
e. Humanisme universal, bersifat kemanusiaan umum.
Indonesia dibawa dalam perjuangan keadilan dunia.
f. Tidak terikat oleh konvesi masyarakat yang penting
adalah melakukan segala percobaan dengan kehidupan dalam mencapai nilai
kemansiaan dan perdamaian dunia.
g. Tema yang dibicarakan: humanisme, sahala (martabat
manusia), penderitaan rakyat, moral, keganasan perang dengan keroncongnya perut
lapar.
3. Peristiwa-Peristiwa Penting Yang Terjadi
a. Penjajahan Jepang (1942—1945)
b. Proklamasi kemerdekaan (17 Agustus 1945)
c. Agresi Militer Belanda I dan II (21 Juli 1949 dan
18 Desember 1948)
d. Penyerahan kedaulatan RI (12 Desember 1949)
e. Gebrakan Chairil Anwar dengan bahasa puisinya yang
pendek, padat, berbobot, dan bernas dan struktur puisinya yang menyimpang dari
pola sastra sebelumnya.
f. Diumumkannya Surat Kepercayaan Gelanggang
pada 23 Oktober 1950.
4. Sastrawan-Sastrawan Angkatan ‘45
Di bawah ini beberapa sastrawan angkatan ’45 beserta
karyanya.
a. Chairil Anwar (Kerikil Tajam dan Yang Terempas dan
Yang Putus [1949], Deru Campur Debu [1949], dll.)
b. Idrus (Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma [1948],
Aki [1949], dll.)
c. Pramoedya Ananta Toer (Cerita dari Blora [1963],
Keluarga Gerilya [1951], dll.)
d. Mochtar Lubis (Tidak Ada Esok [1982], Harimau!
Harimau!, dll.)
e. Utuy Tatang Sontani (Suling [1948], dll.)
f. Achdiat K. Mihardja (Atheis [1958], dll.), dll.
Selain sastrawan yang disebutkan di atas, masih banyak
lagi sastrawan Angkatan ’45 yang belum disebutkan.
5. Relevansi Antara Sastra Angkatan ’45 Dengan
Kehidupan Saat Ini
Pada masa kehidupan sastra angkatan ’45, kita ketahui
berbagai macam peristiwa terjadi. Hal ini menjadi nilai positif bagi sastrawan
untuk berkarya secara bebas dan maksimal. Namun, karya-karya dan
peristiwa-peristiwa yang dialami mereka tidak selesai sampai di situ saja
karena ada kesamaan antara sastra Angkatan ’45 dengan kehidupan kita saat ini,
antara lain sebagai berikut.
a. Pada masa angkatan ’45, Chairil Anwar—si binatang
jalang—walaupun melakukan suatu gebrakan dengan bahasanya yang singkat tetapi
bernas itu telah melakukan beberapa kebohongan yang membuatnya dicap sebagai
plagiator. ia menjiplak puisi The Young Dead Soldiers Archibald Mac
Leish dengan menggantinya dengan nama Krawang—Bekasi.
Dalam kehidupan kita saat ini, penjiplakan-penjiplakan
karya seperti ini sering terjadi. Salah satu contoh perseteruan antara Ahmad
Dhani (Dewa) dengan Yudhistira A.M.N. akibat penjipakan yang dilakukan Dhani
terhadap karya Yudhistira, Arjuna Mencari Cinta.
b. Novel Harimau! Harimau! karya Mochtar Lubis
yang mengisahkan tentang kebobrokan seorang pemimpin yang dalam karya itu
diperankan oleh tokoh antagonis, Wak Katok. Wak Katok dalam karya Mochtar Lubis
tersebut diceritakan sebagai pemimpin yang merupakan dukun yang ahli membuat
jimat dan juga seorang yang ksatria dan sakti. Namun, pada akhir cerita,
kebenaran bahwa Wak Katok adalah seorang dukun sakti tak terbukti. Ini mengindikasikan
kebohongan yang dilakukan Wak Katok karena telah menipu masyarakat dengan
ceritanya yang telah membunuh tiga ekor harimau hutan. Bahkan Wak Katok sendiri
harus rela dibunuh oleh seorang anak muda yang menjadi pengikutnya.
Relevansi karya sastra tersebut dengan kehidupan kita
di masa kini adalah banyak pemimpin kita yang akhlaknya bobrok. Mulai dari
kebohongan-kebohongan, penyelewengan-penyelewengan, korupsi, hingga
kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat. Bahkan kekalahan Wak Katok
oleh pemuda dapat kita analogikan sebagai salah satu bentuk dari kekalahan
rezim Soeharto dalam realitanya pada masa sekarang.
Novel Harimau! Harimau! mengajak kita untuk
merenungi arti pemimpin yang sebenarnya dan penghentian pe-mitos-an
terhadap seorang pemimpin.
c. Pertentangan antara golongan tua dengan golongan
muda yang terjadi antara sastrawan Angkatan tua (Angkatan sebelum ‘45) dengan
Angkatan muda (Angkatan ‘45). Angkatan ’45 menginginkan sastra Indonesia
menjadi bagian sastra dunia yang universal, artinya tidak hanya menjadi
konsumsi bangsa Indonesia saja, tetapi juga dapat dinikmati oleh masyarakat
dunia. Sehingga mereka melakukan perombakan berupa pernyataan yang terkandung
dalam Surat Kepercayaan Gelanggang yang juga merupakan konsepsi Angkatan
’45.
Dalam kehidupan saat ini juga ditemukan pertentangan
antara kaum tua dan kaum muda. Biasanya yang dipertentangkan adalah masalah
budaya. Contoh yang membuktikan hal tersebut terlihat dalam novel karya Putu
Wijaya, Putri. Novel itu membahas pertentangan antara dua golongan yang
mempertahankan adat lama dengan bentuk baru yang dibawa dan diperkenalkan oleh
golongan muda.
No comments:
Post a Comment